Lompat ke isi

Etika komputer

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Etika komputer adalah seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan penggunaan komputer. Etika komputer berasal dari dua suku kata, yaitu etika (bahasa Yunani: ethos) adalah adat istiadat atau kebiasaan yang baik dalam individu, kelompok maupun masyarakat dan komputer (bahasa Inggris: to compute) merupakan alat yang digunakan untuk menghitung dan mengolah data. Jumlah interaksi manusia dengan komputer yang terus meningkat dari waktu ke waktu membuat etika komputer menjadi suatu peraturan dasar yang harus dipahami oleh masyarakat luas.

Komputer ditemukan oleh Howard Aiken pada tahun 1973 Penemuan komputer pada tahun 1973 ini menjadi tonggak lahirnya etika komputer yang kemudian berkembang hingga menjadi sebuah disiplin ilmu baru di bidang teknologi.

  • Generasi I (Era 1940-an)

Terdapat 2 peristiwa penting pada tahun 1940-an yaitu Perang Dunia II dan lahirnya teknologi komputer. Selama Perang Dunia II, Profesor Norbert Wiener mengembangkan sebuah meriam antipesawat yang mampu melumpuhkan setiap pesawat tempur yang melintas di sekitarnya.[1] Pengembangan senjata tersebut memicu Wiener untuk memperhatikan aspek lain selain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu etika. Dalam penelitiannya, Wiener meramalkan terjadinya revolusi sosial dari perkembangan teknologi informasi yang dituangkan dalam sebuah buku berjudul Cybernetics: Control and Communication in the Animal and Machine. Penelitian Wiener masih terus berlanjut hingga tahun 1950-an. Meskipun Wiener tidak pernah menggunakan istilah etika komputer dalam setiap bukunya, konsep pemikirannya telah menghasilkan fondasi yang kuat dalam perkembangan etika komputer di masa mendatang.

  • Generasi II (Era 1960-an)

Meningkatnya jumlah penggunaan komputer pada era tersebut membuat Donn Parker dari SRI International Menlo Park California melakukan berbagai penelitian terhadap penggunaan komputer secara ilegal. Menurut Parker, kejahatan komputer terjadi karena kebanyakan orang mengabaikan etika dalam penggunaan komputer. Pemikiran Parker menjadi pelopor kode etik profesi di bidang komputer (Kode Etik Profesional).

  • Generasi III (Era 1970-an)

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence memicu perkembangan program-program komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi secara langsung dengan komputer, salah satunya adalah ELIZA. Program psikoterapi Rogerian ini diciptakan oleh Joseph Weizenbaum dan mengundang banyak kontroversi karena Weizenbaum telah melakukan komputerisasi psikoterapi dalam bidang kedokteran. Istilah etika komputer kemudian digunakan oleh Walter Maner untuk menanggapi permasalahan yang ditimbulkan oleh pemakaian komputer pada waktu itu. Era ini terus berlanjut hingga tahun 1980-an dan menjadi masa kejayaan etika komputer, khususnya setelah penerbitan buku teks pertama mengenai etika komputer yang ditulis oleh Deborah Johnson dengan judul Computer Ethics.

  • Generasi IV (Era 1990-an)

Penelitian dan pelatihan etika komputer berkembang pesat mulai tahun 1990 hingga saat ini. Berbagai konferensi, riset, jurnal, artikel dan buku mengenai etika komputer terus berkembang sehingga masyarakat dunia menyadari pentingnya etika dalam penggunaan komputer. Etika komputer dan juga etika siber menjadi dasar lahirnya peraturan atau undang-undang mengenai kejahatan komputer.

Etika komputer merupakan paduan moral yang mengatur penggunaan komputer dan sistem informasi.[2] Etika ini sangatlah penting karena masyarakat mempunyai persepsi dan ketakutan tertentu terhadap penggunaan komputer.[3] Bynum mengkategorikan etika tersebut menjadi tiga tingkat, yaitu pop, para, dan teoretis. Etika komputer pop hanyalah eksposur ke berbagai cerita dan laporan yang dapat ditemukan dalam media yang populer mengenai sisi baik dan buruk teknologi komputer. Masyarakat secara umum harus menyadari hal seperti virus komputer dan sistem komputer yang didesain untuk membantu penyandang cacat. Etika komputer para melibatkan perhatian serius kepada berbagai kasus etika komputer dan perolehan tingkat tertentu beberapa keahlian dan pengetahuan dibidang tersebut. Semua ahli sistem harus mencapai tingkat kompetensi ini agar dapat melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif. Adapun etika komputer teoretis adalah topik yang menarik banyak peneliti multidisiplin yang menerapkan teori filosofi, sosiologi, dan psikologi ke ilmu komputer dengan tujuan membawa pemahaman baru dalam bidang tersebut.[4] Sulianta menambahkan bahwa etika itu dapat diukur melalui penggunaan komputer yang tidak merugikan pihak lain, tidak mengakses berkas yang bukan haknya, tidak menggunakan komputer untuk kejahatan, tidak menggunakan komputer untuk memodifikasi data dengan keterangan palsu, tidak menduplikasi perangkat lunak, tidak memanfaatkan kekayaan intelektual orang lain, menggunakan komputer sesuai dengan keperluan, mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan sosial, dan mempertimbangkan konsekuensi sistem komputer yang dirancang.[5]

Lahirnya etika komputer sebagai sebuah disiplin ilmu baru dalam bidang teknologi tidak dapat dipisahkan dari permasalahan-permasalahan seputar penggunaan komputer yang meliputi kejahatan komputer, netiket, e-commerce, pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelekstual) dan tanggung jawab profesi.

Kejahatan Komputer

[sunting | sunting sumber]

Kejahatan komputer atau computer crime adalah kejahatan yang ditimbulkan karena penggunaan komputer secara ilegal. Kejahatan komputer terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi komputer saat ini. Beberapa jenis kejahatan komputer meliputi Denial of Services (melumpuhkan layanan sebuah sistem komputer), penyebaran virus, spam, carding (pencurian data kartu) dan lain-lain.

Internet merupakan aspek penting dalam perkembangan teknologi komputer. Internet merupakan sebuah jaringan yang menghubungkan komputer di dunia sehingga komputer dapat mengakses satu sama lain. Internet menjadi peluang baru dalam perkembangan bisnis, pendidikan, kesehatan, layanan pemerintah dan bidang-bidang lainnya. Melalui internet, interaksi manusia dapat dilakukan tanpa harus bertatap muka. Tingginya tingkat pemakaian internet di dunia melahirkan sebuah aturan baru di bidang internet yaitu netiket. Netiket merupakan sebuah etika acuan dalam berkomunikasi menggunakan internet. Standar netiket ditetapkan oleh IETF (The Internet Engineering Task Force), sebuah komunitas internasional yang terdiri dari operator, perancang jaringan dan peneliti yang terkait dengan pengoperasian internet.

E-commerce

[sunting | sunting sumber]

Berkembangnya penggunaan internet di dunia berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan perdagangan negara. Melalui internet, transaksi perdagangan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien. Akan tetapi, perdagangan melalui internet atau yang lebih dikenal dengan e-commerce ini menghasilkan permasalahan baru seperti perlindungan konsumen, permasalahan kontrak transaksi, masalah pajak dan kasus-kasus pemalsuan tanda tangan digital. Untuk menangani permasalahan tersebut, para penjual dan pembeli menggunakan Uncitral Model Law on Electronic Commerce 1996 sebagai acuan dalam melakukan transaksi lewat internet.

Pelanggaran HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual)

[sunting | sunting sumber]

Berbagai kemudahan yang ditawarkan oleh internet menyebabkan terjadinya pelanggaran HAKI seperti pembajakan program komputer, penjualan program ilegal dan pengunduhan ilegal.

Tanggung Jawab

[sunting | sunting sumber]

Berkembangnya teknologi komputer telah membuka lapangan kerja baru seperti programmer, teknisi mesin komputer, desainer grafis dan lain-lain. Para pekerja memiliki interaksi yang sangat tinggi dengan komputer sehingga diperlukan pemahaman mendalam mengenai etika komputer dan tanggung jawab profesi yang berlaku.

Etika Komputer di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Indonesia merupakan salah satu negara pengguna komputer terbesar di dunia sehingga penerapan etika komputer dalam masyarakat sangat dibutuhkan. Indonesia menggunakan dasar pemikiran yang sama dengan negara-negara lain sesuai dengan sejarah etika komputer yang ada. Pengenalan teknologi komputer menjadi kurikulum wajib di sekolah-sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA sederajat). Pelajar, mahasiswa dan karyawan dituntut untuk bisa mengoperasikan program-program komputer dasar seperti Microsoft Office. Tingginya penggunaan komputer di Indonesia memicu pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan internet. Survei Business Software Alliance (BSA) tahun 2001 menempatkan Indonesia di urutan ketiga sebagai negara dengan kasus pembajakan terbesar di dunia setelah Vietnam dan China. Besarnya tingkat pembajakan di Indonesia membuat pemerintah Republik Indonesia semakin gencar menindak pelaku kejahatan komputer berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 (penyempurnaan dari UUHC No. 6 Tahun 1982 dan UUHC No. 12 Tahun 1997). Upaya ini dilakukan oleh pemerintah RI untuk melindungi hasil karya orang lain dan menegakkan etika dalam penggunaan komputer di Indonesia.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Pratama, Fidya Arie (2018). Etika Profesi: Sistem Informasi Akuntansi. Bantul: K-Media. hlm. 15. ISBN 9786024512057. 
  2. ^ Vermaat, Shelly Cashman (2010). Discovering Computers: Menjelajah Dunia Komputer. Jakarta: Salemba. hlm. 497. ISBN 9789799550811. 
  3. ^ Suryadharma, dkk (2019). Sistem Informasi Manajemen. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia. hlm. 143. ISBN 9786232271838. 
  4. ^ Hall, James A. (2007). Information Technology Auditing dan Assurance. Jakarta: Salemba. hlm. 256. ISBN 9789796914210. 
  5. ^ Mujayaroh, dkk (2021). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Banyumas: Zahira Media Publisher. hlm. 26. ISBN 9786239601805. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Haryatmoko. 2007. Etika Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius.
  • Simarmata, Janner. 2008. Pengenalan Teknologi Komputer dan Informasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
  • Wahyono, Teguh. 2009. Etika Komputer: Tanggung Jawab Profesional di Bidang Teknologi Informasi. Yogyakarta: